Wednesday, 28 September 2011

Agama Buddha

Bagian dari serial
Agama Buddha

Lotus75.png
Sejarah
Garis waktu
Dewan-dewan Buddhis
Konsep ajaran agama Buddha
Empat Kesunyataan Mulia
Delapan Jalan Utama
Pancasila · Tuhan
Nirvana · Tri Ratna
Ajaran inti
Tiga Corak Umum
Samsara · Kelahiran kembali · Sunyata
Paticcasamuppada · Karma
Tokoh penting
Siddharta Gautama
Siswa utama · Keluarga
Tingkat-tingkat Pencerahan
Buddha · Bodhisattva
Empat Tingkat Pencerahan
Meditasi
Wilayah agama Buddha
Asia Tenggara · Asia Timur
Tibet · India dan Asia Tengah
Indonesia · Barat
Sekte-sekte agama Buddha
Theravada · Mahayana
Vajrayana · Sekte Awal
Kitab Suci
Sutta · Vinaya · Abdhidahamma
Dharma wheel 1.png

Agama Buddha lahir di negara India, lebih tepatnya lagi di wilayah Nepal sekarang, sebagai reaksi terhadap agama Brahmanisme. Sejarah agama Buddha mulai dari abad ke-6 SM sampai sekarang dari lahirnya Siddharta Gautama. Dengan ini, ini adalah salah satu agama tertua yang masih dianut di dunia. Agama Buddha berkembang dengan unsur kebudayaan India, ditambah dengan unsur-unsur kebudayaan Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara. Dalam proses perkembangannya, agama ini praktis telah menyentuh hampir seluruh benua Asia dan telah menjadi agama mayoritas di beberapa negara Asia seperti Thailand, Singapura, Kamboja, Myanmar, Taiwan, dsb. Pencetusnya ialah Siddhartha Gautama yang dikenal sebagai Gautama Buddha oleh pengikut-pengikutnya. Ajaran Buddha sampai ke negara Tiongkok pada tahun 399 Masehi, dibawa oleh seorang bhiksu bernama Fa Hsien. Masyarakat Tiongkok mendapat pengaruhnya dari Tibet disesuaikan dengan tuntutan dan nilai lokal.
Setiap aliran Buddha berpegang kepada Tripitaka sebagai rujukan utama karena dalamnya tercatat sabda dan ajaran sang hyang Buddha Gautama. Pengikut-pengikutnya kemudian mencatat dan mengklasifikasikan ajarannya dalam 3 buku yaitu Sutta Piṭaka (kotbah-kotbah Sang Buddha), Vinaya Piṭaka (peraturan atau tata tertib para bhikkhu) dan Abhidhamma Piṭaka (ajaran hukum metafisika dan psikologi).

Daftar isi


Konsep Ketuhanan dalam Buddhisme

Perlu ditekankan bahwa Buddha bukan Tuhan. Konsep ketuhanan dalam agama Buddha berbeda dengan konsep dalam agama Samawi dimana alam semesta diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembali ke surga ciptaan Tuhan yang kekal.
Ketahuilah para bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.

Ungkapan di atas adalah pernyataan dari Buddha yang terdapat dalam Sutta Pitaka, Udana VIII : 3, yang merupakan konsep Ketuhanan Yang Mahaesa dalam agama Buddha. Ketuhanan Yang Mahaesa dalam bahasa Pali adalah Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang yang artinya "Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak". Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang tanpa aku (anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak berkondisi (asamkhata) maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi.
Dengan membaca konsep Ketuhanan Yang Maha Esa ini, kita dapat melihat bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah berlainan dengan konsep Ketuhanan yang diyakini oleh agama-agama lain. Perbedaan konsep tentang Ketuhanan ini perlu ditekankan di sini, sebab masih banyak umat Buddha yang mencampur-adukkan konsep Ketuhanan menurut agama Buddha dengan konsep Ketuhanan menurut agama-agama lain sehingga banyak umat Buddha yang menganggap bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah sama dengan konsep Ketuhanan dalam agama-agama lain.
Bila kita mempelajari ajaran agama Buddha seperti yang terdapat dalam kitab suci Tripitaka, maka bukan hanya konsep Ketuhanan yang berbeda dengan konsep Ketuhanan dalam agama lain, tetapi banyak konsep lain yang tidak sama pula. Konsep-konsep agama Buddha yang berlainan dengan konsep-konsep dari agama lain antara lain adalah konsep-konsep tentang alam semesta, terbentuknya Bumi dan manusia, kehidupan manusia di alam semesta, kiamat dan Keselamatan atau Kebebasan.
Di dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai kebuddhaan (anuttara samyak sambodhi) atau pencerahan sejati dimana satu makhluk tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir. Untuk mencapai itu pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya. Tidak ada dewa - dewi yang dapat membantu, hanya dengan usaha sendirilah kebuddhaan dapat dicapai. Buddha hanya merupakan contoh, juru pandu, dan guru bagi makhluk yang perlu melalui jalan mereka sendiri, mencapai pencerahan rohani, dan melihat kebenaran & realitas sebenar-benarnya.

Moral dalam Buddhisme

Sebagai mana agama Islam dan Kristen ajaran Buddha juga menjunjung tinggi nilai-nilai kemoralan. Nilai-nilai kemoralan yang diharuskan untuk umat awam umat Buddha biasanya dikenal dengan Pancasila. Kelima nilai-nilai kemoralan untuk umat awam adalah:
  • Panatipata Veramani Sikkhapadam Samadiyami
  • Adinnadana Veramani Sikkhapadam Samadiyami
  • Kamesu Micchacara Veramani Sikhapadam
  • Musavada Veramani Sikkhapadam Samadiyami
  • Surameraya Majjapamadatthana Veramani Sikkhapadam Samadiyami
Yang artinya:
  • Aku bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.
  • Aku bertekad akan melatih diri menghindari pencurian/mengambil barang yang tidak diberikan.
  • Aku bertekad akan melatih diri menghindari melakukan perbuatan asusila
  • Aku bertekad akan melatih diri menghidari melakukan perkataan dusta
  • Aku bertekad akan melatih diri menghindari makanan atau minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran
Selain nilai-nilai moral di atas, agama Buddha juga amat menjunjung tinggi karma sebagai sesuatu yang berpegang pada prinsip sebab akibat. Kamma (bahasa Pali) atau Karma (bahasa Sanskerta) berarti perbuatan atau aksi. Jadi ada aksi atau karma baik dan ada pula aksi atau karma buruk. Saat ini, istilah karma sudah terasa umum digunakan, namun cenderung diartikan secara keliru sebagai hukuman turunan/hukuman berat dan lain sebagainya. Guru Buddha dalam Nibbedhika Sutta; Anguttara Nikaya 6.63 menjelaskan secara jelas arti dari kamma:
”Para bhikkhu, cetana (kehendak)lah yang kunyatakan sebagai kamma. Setelah berkehendak, orang melakukan suatu tindakan lewat tubuh, ucapan atau pikiran.”
Jadi, kamma berarti semua jenis kehendak (cetana), perbuatan yang baik maupun buruk/jahat, yang dilakukan oleh jasmani (kaya), perkataan (vaci) dan pikiran (mano), yang baik (kusala) maupun yang jahat (akusala).
Kamma atau sering disebut sebagai Hukum Kamma merupakan salah satu hukum alam yang berkerja berdasarkan prinsip sebab akibat. Selama suatu makhluk berkehendak, melakukan kamma (perbuatan) sebagai sebab maka akan menimbulkan akibat atau hasil. Akibat atau hasil yang ditimbulkan dari kamma disebut sebagai Kamma Vipaka.

Aliran Buddha

Ada beberapa aliran dalam agama Buddha:
  1. Buddha Theravada
  2. Buddha Mahayana: Zen
  3. Buddha Vajrayana

Buddha Mahayana


Patung Buddha Tian Tan. Vihara Po Lin, pulau Lantau, Hong Kong
Sutra Teratai merupakan rujukan sampingan penganut Buddha aliran Mahayana. Tokoh Kwan Im yang bermaksud "maha mendengar" atau nama Sansekertanya "Avalokiteśvara" merupakan tokoh Mahayana dan dipercayai telah menitis beberapa kali dalam alam manusia untuk memimpin umat manusia ke jalan kebenaran. Dia diberikan sifat-sifat keibuan seperti penyayang dan lemah lembut. Menurut sejarahnya Avalokitesvara adalah seorang lelaki murid Buddha, akan tetapi setelah pengaruh Buddha masuk ke Tiongkok, profil ini perlahan-lahan berubah menjadi sosok feminin dan dihubungkan dengan legenda yang ada di Tiongkok sebagai seorang dewi.
Penyembahan kepada Amitabha Buddha (Amitayus) merupakan salah satu aliran utama Buddha Mahayana. Sorga Barat merupakan tempat tujuan umat Buddha aliran Sukhavati selepas mereka meninggal dunia dengan berkat kebaktian mereka terhadap Buddha Amitabha dimana mereka tidak perlu lagi mengalami proses reinkarnasi dan dari sana menolong semua makhluk hidup yang masih menderita di bumi.
Mereka mempercayai mereka akan lahir semula di Sorga Barat untuk menunggu saat Buddha Amitabha memberikan khotbah Dhamma dan Buddha Amitabha akan memimpin mereka ke tahap mencapai 'Buddhi' (tahap kesempurnaan dimana kejahilan, kebencian dan ketamakan tidak ada lagi). Ia merupakan pemahaman Buddha yang paling disukai oleh orang Tionghoa.
Seorang Buddha bukannya dewa atau makhluk suci yang memberikan kesejahteraan. Semua Buddha adalah pemimpin segala kehidupan ke arah mencapai kebebasan daripada kesengsaraan. Hasil amalan ajaran Buddha inilah yang akan membawa kesejahteraan kepada pengamalnya.
Menurut Buddha Gautama , kenikmatan Kesadaran Nirwana yang dicapainya di bawah pohon Bodhi, tersedia kepada semua makhluk apabila mereka dilahirkan sebagai manusia. Menekankan konsep ini, aliran Buddha Mahayana khususnya merujuk kepada banyak Buddha dan juga bodhisattva (makhluk yang tekad "committed" pada Kesadaran tetapi menangguhkan Nirvana mereka agar dapat membantu orang lain pada jalan itu). Dalam Tipitaka suci - intipati teks suci Buddha - tidak terbilang Buddha yang lalu dan hidup mereka telah disebut "spoken of", termasuk Buddha yang akan datang, Buddha Maitreya .

 Buddha Theravada

Aliran Theravada adalah aliran yang memiliki sekolah Buddha tertua yang tinggal sampai saat ini, dan untuk berapa abad mendominasi Sri Langka dan wilayah Asia Tenggara (sebagian dari Tiongkok bagian barat daya, Kamboja, Laos, Myanmar, Malaysia, Indonesia dan Thailand) dan juga sebagian Vietnam. Selain itu populer pula di Singapura dan Australia.

Gramatika

Theravada berasal dari bahasa Pali yang terdiri dari dua kata yaitu thera dan vada. Thera berarti sesepuh khususnya sesepuh terdahulu , dan vada berarti perkataan atau ajaran. Jadi Theravada berarti Ajaran Para Sesepuh.
Istilah Theravada muncul sebagai salah satu aliran agama Buddha dalam Dipavamsa, catatan awal sejarah Sri Lanka pada abad ke-4 Masehi. Istilah ini juga tercatat dalam Mahavamsa, sebuah catatan sejarah penting yang berasal dari abad ke-5 Di yakini Theravada merupakan wujud lain dari salah satu aliran agama Buddha terdahulu yaitu Sthaviravada (Bahasa Sanskerta: Ajaran Para Sesepuh) , sebuah aliran agama Buddha awal yang terbentuk pada Sidang Agung Sangha ke-2 (443 SM). Dan juga merupakan wujud dari aliran Vibhajjavada yang berarti Ajaran Analisis (Doctrine of Analysis) atau Agama Akal Budi (Religion of Reason).

Sejarah

Sejarah Theravada tidak lepas dari sejarah Buddha Gautama sebagai pendiri agama Buddha. Setelah Sang Buddha parinibbana (543 SM), tiga bulan kemudian diadakan Sidang Agung Sangha (Sangha Samaya).
Diadakan pada tahun 543 SM (3 bulan setelah bulan Mei), berlangsung selama 2 bulan Dipimpin oleh Y.A. Maha Kassapa dan dihadiri oleh 500 orang Bhikkhu yang semuanya Arahat. Sidang diadakan di Goa Satapani di kota Rajagaha. Sponsor sidang agung ini adalah Raja Ajatasatu. Tujuan Sidang adalah menghimpun Ajaran Sang Buddha yang diajarkan kepada orang yang berlainan, di tempat yang berlainan dan dalam waktu yang berlainan. Mengulang Dhamma dan Vinaya agar Ajaran Sang Buddha tetap murni, kuat, melebihi ajaran-ajaran lainnya. Y.A. Upali mengulang Vinaya dan Y.A. Ananda mengulang Dhamma.
Sidang Agung Sangha ke-2, pada tahun 443 SM , dimana awal Buddhisme mulai terbagi menjadi 2. Di satu sisi kelompok yang ingin perubahan beberapa peraturan minor dalam Vinaya, di sisi lain kelompok yang mempertahankan Vinaya apa adanya. Kelompok yang ingin perubahan Vinaya memisahkan diri dan dikenal dengan Mahasanghika yang merupakan cikal bakal Mahayana. Sedangkan yang mempertahankan Vinaya disebut Sthaviravada.
Sidang Agung Sangha ke-3 (313 SM), Sidang ini hanya diikuti oleh kelompok Sthaviravada. Sidang ini memutuskan untuk tidak mengubah Vinaya, dan Moggaliputta Tissa sebagai pimpinan sidang menyelesaikan buku Kathavatthu yang berisi penyimpangan-penyimpangan dari aliran lain. Saat itu pula Abhidhamma dimasukkan. Setelah itu ajaran-ajaran ini di tulis dan disahkan oleh sidang. Kemudian Y.M. Mahinda (putra Raja Asoka) membawa Tipitaka ini ke Sri Lanka tanpa ada yang hilang sampai sekarang dan menyebarkan Buddha Dhamma di sana. Di sana ajaran ini dikenal sebagai Theravada.

Kitab suci Buddhisme

Kitab Suci yang dipergunakan dalam agama Buddha Theravada adalah Kitab Suci Tripitaka yang dikenal sebagai Kanon Pali (Pali Canon). Kitab suci Agama Buddha yang paling tua, yang diketahui hingga sekarang, tertulis dalam Bahasa Pali, yang terbagi dalam tiga kelompok besar (yang disebut sebagai "pitaka" atau "keranjang") yaitu: Vinaya Pitaka, Sutta Piṭaka, dan Abhidhamma Pitaka. Karena terdiri dari tiga kelompok tersebut, maka Kitab Suci Agama Buddha dinamakan Tipitaka (Pali).

 Ajaran Buddhisme

Empat Kebenaran Mulia

Ajaran dasar Buddhisme dikenal sebagai Empat Kebenaran Mulia, yang meliputi:
  • Dukkha Ariya Sacca (Kebenaran Arya tentang Dukkha),
Dukha ialah penderitaan. Dukha menjelaskan bahwa ada lima pelekatan kepada dunia yang merupakan penderitaan. Kelima hal itu adalah kelahiran, umur tua, sakit, mati, disatukan dengan yang tidak dikasihi, dan tidak mencapai yang diinginkan.
  • Dukkha Samudaya Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Asal Mula Dukkha),
Samudaya ialah sebab. Setiap penderitaan pasti memiliki sebab, contohnya: yang menyebabkan orang dilahirkan kembali adalah adanya keinginan kepada hidup.
  • Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Terhentinya Dukkha),
Nirodha ialah pemadaman. Pemadaman kesengsaraan dapat dilakukan dengan menghapus keinginan secara sempurna sehingga tidak ada lagi tempat untuk keinginan tersebut.
  • Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Jalan yang Menuju Terhentinya Dukkha).
Marga ialah jalan kelepasan. Jalan kelepasan merupakan cara-cara yang harus ditempuh kalau kita ingin lepas dari kesengsaraan. Delapan jalan kebenaran akan dibahas lebih mendalam pada pokok pembahasan yang selanjutnya.
Inti ajaran Buddha menjelaskan bahwa hidup adalah untuk menderita. Jika di dunia ini tidak ada penderitaan, maka Buddha pun tidak akan menjelma di dunia. Semua hal yang terjadi pada manusia merupakan wujud dari penderitaan itu sendiri. Saat hidup, sakit, dipisahkan dari yang dikasihi dan lain-lain, merupakan wujud penderitaan seperti yang sudah dijelaskan diatas. Bahkan kesenangan yang dialami manusia, dianggap sebagai sumber penderitaan karena tidak ada kesenangan yang kekal di dunia ini. Kesenangan atau kegirangan bergantung kepada ikatannya dengan sumber kesenangannya itu, padahal sumber kesenangan tadi berada di luar diri manusia. Sumber itu tidak mungkin dipengang atau diraba oleh manusia, karena tidak ada sesuatu yang tetap berada. Semua penderitaan disebabkan karena kehausan. Untuk menerangkan hal ini diajarkanlah yang disebut pratitya samutpada, artinya pokok permulaan yang bergantungan. Setiap kejadian pasti memiliki keterkaitan dengan pokok permulaan yang sebelumnya. Ada 12 pokok permulaan yang menjadi fokus pratitya samutpada.

 Jalan Utama Berunsur Delapan

Agar terlepas dari penderitaan mereka mereka harus melalui Jalan Utama Berunsur Delapan Sradha atau iman, yaitu:
  1. Percaya yang benar (Samma ditthi).
    Sraddha atau iman yang terdiri dari “percaya yang benar” ini memberikan pendahuluan yang terdiri dari: Percaya dan menyerahkan diri kepada Buddha sebagai guru yang berwenang mengajarkan kebenaran, percaya menyerahkan diri kepada dharma atau ajaran buddha, sebagai yang membawanya kepada kelepasan, dan percaya setelah menyerahkan diri kepada jemaat sebagai jalan yang dilaluinya. Sila yaitu usaha untuk mencapai moral yang tinggi.
  2. Maksud yang benar (Samma sankappa), merupakan hasil “percaya yang benar” yakin bahwa jalan petunjuka budha adalah jalan yang benar
  3. Kata-kata yang benar (Samma vaca), maksudnya orang harus menjauhkan diri dari kebohongan dan membicarakan kejahatan orang lain, mengucapkan kata-kata yang kasar, serta melakukan percakapan yang tidak senonoh.
  4. Perbuatan yang benar (Samma kammanta), maksudnya bahwa dalam segala perbuatan orang tak boleh mencari keuntungan sendiri.
  5. Hidup yang benar (Samma ajiva), maksudnya secara lahir dan batin orang harus murni atau bebas dari penipuan diri
  6. Usaha yang benar (Samma vayama), maksudnya seperti pengawasan hawa nafsu agar jangan sampai terjadi tabiat-tabiat yang jahat.
  7. Ingatan yang benar (Samma sati), maksudnya pengawasan akal, rencana atau emosi yang merusak kesehatan moral
  8. Semadi yang benar (Samma samadhi)
Semadi itu sendiri terbagi menjadi 2 bagian yaitu persiapan atau upcara semadi dan semadinya sendiri. Persiapan atau upacara semadi ini maksudnya kita harus merenungi kehidupan dalam agamannya seperti 7 jalan kebenaran yang dibahas tadi dengan empat bhawana,yaitu: metta (persahabatan yang universal), karuna (belas kasih yang universal), mudita (kesenangan dalam keuntungan dan akan segala sesuatu), dan upakkha (tidak tergerak oleh apa saja yang menguntungkan diri sendiri, teman, musuh dan sebagainya. Sesudah merenungkan hal-hal tersebut barulah masuk kedalam semadi yang sebenarnya dalam 4 tingkatan yaitu: mengerti lahir dan batinnya, mendapatkan damai batiniahnya, menghilangkan kegirangannya sehingga menjadi orang yang tenang, sampai akhirnya sukha dan dukha lenyap dari semuanya, dan rasa hatinya disudikan. Dengan demikianlah orang sampai pada kelepasan dari penderitaan.
Secara umum sama dengan aliran agama Buddha lainnya, Theravada mengajarkan mengenai pembebasan akan dukkha (penderitaan) yang ditempuh dengan menjalankan sila (kemoralan), samadhi (konsentrasi) dan panna (kebijaksanaan).
Agama Buddha Theravada hanya mengakui Buddha Gautama sebagai Buddha sejarah yang hidup pada masa sekarang. Meskipun demikian Theravada mengakui pernah ada dan akan muncul Buddha-Buddha lainnya.
Dalam Theravada terdapat 2 jalan yang dapat ditempuh untuk mencapai Pencerahan Sempurna yaitu Jalan Arahat (Arahatship) dan Jalan Kebuddhaan (Buddhahood).

Hari Raya

Terdapat empat hari raya besar dalam Agama Buddha. Namun satu-satunya yang dikenal luas masyarakat adalah Hari Raya Trisuci Waisak, sekaligus satu-satunya hari raya umat Buddha yang dijadikan hari libur nasional Indonesia setiap tahunnya.

 Waisak

Penganut Buddha merayakan Hari Waisak yang merupakan peringatan 3 peristiwa. Yaitu, hari kelahiran Pangeran Siddharta (nama sebelum menjadi Buddha), hari pencapaian Penerangan Sempurna Pertapa Gautama, dan hari Sang Buddha wafat atau mencapai Nibbana/Nirwana. Hari Waisak juga dikenal dengan nama Visakah Puja atau Buddha Purnima di India, Vesak di Malaysia dan Singapura, Visakha Bucha di Thailand, dan Vesak di Sri Lanka. Nama ini diambil dari bahasa Pali "Wesakha", yang pada gilirannya juga terkait dengan "Waishakha" dari bahasa Sanskerta

Kathina

Hari raya Kathina merupakan upacara persembahan jubah kepada Sangha setelah menjalani Vassa. Jadi setelah masa Vassa berakhir, umat Buddha memasuki masa Kathina atau bulan Kathina. Dalam kesempatan tersebut, selain memberikan persembahan jubah Kathina, umat Buddha juga berdana kebutuhan pokok para Bhikkhu, perlengkapan vihara, dan berdana untuk perkembangan dan kemajuan agama Buddha.

Asadha

Kebaktian untuk memperingati Hari besar Asadha disebut Asadha Puja / Asalha Puja. Hari raya Asadha, diperingati 2 (dua) bulan setelah Hari Raya Waisak, guna memperingati peristiwa dimana Buddha membabarkan Dharma untuk pertama kalinya kepada 5 orang pertapa (Panca Vagiya) di Taman Rusa Isipatana, pada tahun 588 Sebelum Masehi. Kelima pertapa tersebut adalah Kondanna, Bhadiya, Vappa, Mahanama dan Asajji, dan sesudah mendengarkan khotbah Dharma, mereka mencapai arahat. Lima orang pertapa, bekas teman berjuang Buddha dalam bertapa menyiksa diri di hutan Uruvela merupakan orang-orang yang paling berbahagia, karena mereka mempunyai kesempatan mendengarkan Dhamma untuk pertama kalinya. Selanjutnya, bersama dengan Panca Vagghiya Bhikkhu tersebut, Buddha membentuk Arya Sangha Bhikkhu(Persaudaraan Para Bhikkhu Suci) yang pertama (tahun 588 Sebelum Masehi ). Dengan terbentuknya Sangha, maka Tiratana (Triratna) menjadi lengkap. Sebelumnya, baru ada Buddha dan Dhamma (yang ditemukan oleh Buddha).
Tiratana atau Triratna berarti Tiga Mustika, terdiri atas Buddha, Dhamma dan Sangha. Tiratana merupakan pelindung umat Buddha. Setiap umat Buddha berlindung kepada Tiratana dengan memanjatkan paritta Tisarana ( Trisarana ). Umat Buddha berlindung kepada Buddha berarti umat Buddha memilih Buddha sebagai guru dan teladannya. Umat Buddha berlindung kepada Dhamma berarti umat Buddha yakin bahwa Dhamma mengandung kebenaran yang bila dilaksanakan akan mencapai akhir dari dukkha. Umat Buddha berlindung kepada Sangha berarti umat Buddha yakin bahwa Sangha merupakan pewaris dan pengamal Dhamma yang patut dihormati.
Khotbah pertama yang disampaikan oleh Buddha pada hari suci Asadha ini dikenal dengan nama Dhamma Cakka Pavattana Sutta, yang berarti Khotbah Pemutaran Roda Dhamma. Dalam Khotbah tersebut, Buddha mengajarkan mengenai Empat Kebenaran Mulia( Cattari Ariya Saccani ) yang menjadi landasan pokok Buddha Dhamma.

 Magha Puja

Hari Besar Magha Puja memperingati disabdakannya Ovadha Patimokha, Inti Agama Buddha dan Etika Pokok para Bhikkhu. Sabda Sang Buddha di hadapan 1.250 Arahat yang kesemuanya arahat tersebut ditasbihkan sendiri oleh Sang Buddha (Ehi Bhikkhu), yang kehadirannya itu tanpa diundang dan tanpa ada perjanjian satu dengan yang lain terlebih dahulu, Sabda Sang Buddha bertempat di Vihara Veluvana, Rajagaha. Tempat ibadah agama Buddha disebut Vihara.

Penyebaran di Asia dan Indonesia

Agama Buddha mulai berkembang di India, yaitu tempat dimana Buddha Gautama mengajarkan ajarannya. Setelah wafatnya Buddha Gautama, ajaran tersebut tidak lenyap begitu saja, melainkan disebarkan oleh para pemuka agama sehingga bertahan sampai sekarang di berbagai belahan dunia, khususnya di Asia.

 Penyebaran di India dan Asia Tengah

Dimulai dari India, tempat dimana Buddha Gautama lahir dan wafat. 100 tahun setelah Buddha mencapai Nirwana, ajaran Buddha Gautama mulai memudar sehingga para biksu disana memutuskan untuk mulai melestarikannya agar tetap hidup. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan membuat Dharma atau pengajaran. Di India jugalah tempat dimana mulai terbentuknya aliran Mahayana dan Theravada akibat perselisihan antara kelompok biarawan dan para kaum tua.Theravada umumnya mengajarkan bahwa tujuan tertinggi adalah menjadi arahat, sedangkan Mahayana mengajarkan bahwa tujuan yang paling berharga adalah dengan mencapai Kebuddhaan. Selain melalui kaum biarawan,agama Buddha juga disebarkan oleh raja-raja besar di India seperti Raja Ashoka. Ia mengajarkan kepada rakyatnya untuk tidak berpikiran jahat seperti serakah dan mudah marah. Ia menanamkan nilai-nilai moral, seperti menghargai kebenaran, cinta kasih dan amal. Ashoka juga mengirim misionaris Buddha keberbagai negara tetangga, termasuk ke Sri Lanka dimana mereka diterima baik sehingga Sri Lanka menjadi basis agama Buddha.

 Penyebaran di Asia Timur

Selama abad 3 SM, Raja Asoka mengirimkan misionaris ke barat laut India yaitu Pakistan dan Afganistan. Misi ini mencapai sukses besar karena kawasan ini segera menjadi pusat pembelajaran agama Buddha yang memiliki banyak biksu terkemuka dan sarjana. Ketika para pedagang Asia Tengah datang ke wilayah ini untuk berdagang, mereka belajar tentang Buddhisme dan menerimanya sebagai agama mereka. Dengan dukungan dari pedagang, biara gua banyak didirikan di sepanjang rute perdagangan di seluruh Asia Tengah. Pada abad 2 SM, beberapa kota Asia Tengah seperti Khotan, telah menjadi pusat penting bagi Buddhisme. Melalui Jalan Sutera inilah, pertama kalinya orang Tiongkok (sekarang Cina) mengenal agama Buddha dari orang-orang di Asia Tengah yang sudah beragama Buddha. Bentuk awal penyebaran agama Buddha di Cina adalah dengan adanya penerjemah yang bertugas menerjemahkan teks penting mengenai ajaran Buddha dari bahasa India ke bahasa Cina kala itu. Selain itu, juga lahirnya berbagai karya seni dan pahat dimana patung-patung Buddha dibuat. Bentuk perkembangan lainnya adalah dengan dibangunnya sekolah ajaran Buddha di Tiongkok yang mencakup seni, patung, arsitektur dan filsafat waktu itu. Ada pula biarawan Tiongkok yang pergi ke Semenanjung Korea untuk memperkenalkan agama Buddha kepada kerajaan-kerajaan yang ada di Korea pada waktu itu. Sehingga pada abad ke-6 dan abad ke-7, agama Buddha telah berkembang di bawah kerajaan tersebut. Selain di Korea, Buddhisme juga berkembang di kepulauan Jepang.

 Penyebaran di Asia Tenggara

Pada awal era masehi, orang-orang di berbagai belahan Asia Tenggara datang untuk mengetahui ajaran Buddha sebagai hasil dari meningkatnya hubungan dengan para pedagang India yang datang ke wilayah tersebut untuk berdagang. Pedagang ini tidak hanya berdagang di Asia Tenggara, tetapi juga membawa agama mereka dan budaya dengan mereka. Di bawah pengaruh mereka, orang-orang setempat mulai mengenal agama Buddha, tapi tetap mempertahankan keyakinan lama dan adat istiadat mereka. Sejak masuk di semenanjung Indocina (sekarang bagian Asia Tenggara), Buddhisme mulai masuk di Birma, Siam (sekarang Thailand), Vietnam, semenanjung Malaya (sekarang Malaysia Barat) dan kepulauan nusantara (sekarang Indonesia).

Penyebaran di Nusantara

Pada akhir abad ke-5, seorang biksu Buddha dari India mendarat di sebuah kerajaan di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Tengah sekarang. Pada akhir abad ke-7, I Tsing, seorang peziarah Buddha dari Tiongkok, berkunjung ke Pulau Sumatera (kala itu disebut Swarnabhumi), yang kala itu merupakan bagian dari kerajaan Sriwijaya. Ia menemukan bahwa Buddhisme diterima secara luas oleh rakyat, dan ibukota Sriwijaya (sekarang Palembang), merupakan pusat penting untuk pembelajaran Buddhisme (kala itu Buddha Vajrayana). I Tsing belajar di Sriwijaya selama beberapa waktu sebelum melanjutkan perjalanannya ke India.
Pada pertengahan abad ke-8, Jawa Tengah berada di bawah kekuasaan raja-raja Dinasti Syailendra yang merupakan penganut Buddhisme. Mereka membangun berbagai monumen Buddha di Jawa, yang paling terkenal yaitu Candi Borobudur. Monumen ini selesai di bagian awal abad ke-9.
Di pertengahan abad ke-9, Sriwijaya berada di puncak kejayaan dalam kekayaan dan kekuasaan. Pada saat itu, kerajaan Sriwijaya telah menguasai Pulau Sumatera, Pulau Jawa dan Semenanjung Malaya.

[sunting] Akhir zaman kerajaan Hindu-Buddha

Pada akhir abad ke-13 seiring berkembang pesatnya pengaruh Islam dari Timur Tengah, kerajaan-kerajaan Islam mulai berdiri di Sumatera, dan agama Islam segera menyebar ke Jawa dan Semenanjung Malaya lewat penaklukan dan penyebaran sistematis oleh sekelompok ulama yang dikenal dengan sebutan Wali Sanga. Akibatnya Buddhisme mengalami penurunan popularitas dan pada akhir abad ke-15 Islam adalah agama yang dominan di nusantara dan Semenanjung Malaya. Buddhisme diperkenalkan kembali ke nusantara hanya pada abad ke-19, dengan kedatangan pedagang dan orang-orang Tiongkok, Srilanka dan imigran Buddhis lainnya.

PERMAINAN TRADISIONAL

Permainan tradisional berupaya membentuk sebahagian daripada kehidupan yang dilalui oleh nenek moyang kita. Perkara utama yang menjamin kesinambungan permainan tradisional pada masa lalu ialah keseragaman cara hidup nenek moyang kita. Permainan tradisional juga dikenali sebagai permainan rakyat. Ada di antara permainan ini yang sekarang tidak dimainkan lagi tetapi hanya diketahui oleh ibu bapa dan datuk nenek kita sahaja. Tetapi ada juga yang masih dimainkan lagi oleh kanak-kanak sehingga hari ini. Di antara permainan itu termasuklah , congkak, wau, batu seremban, sepak raga, gasing dan lain-lain.

Permainan Batu Seremban

Pengenalan

Batu Seremban juga dikenali sebagai permainan Selambut atau Serembat. Sering dimainkan di waktu lapang.Permainan ini dimainkan oleh kanak-kanak perempuan sama ada secara individu atau berpasangan. Ianya dimainkan secara berkumpulan seramai dua hingga empat orang atau lebih.

Biasanya ia menggunakan guli kaca, biji getah, ketul batu yang kecil atau ketulan-ketulan objek lai berbentuk bulat. Bilangan yang biasa digunakan sebanyak lima biji. Objek-objek ini dikenali sebagai buah.


Cara Bermain
Dalam bermain Batu Seremban ini terdapat beberapa peringkat atau cara sambutan buah yang berlainan. Bermula dengan peringkat pertama yang mudah dengan menggunakan sebiji buah yang dinamakan sebagai buah satu hinggalah kepadaperingkat lebih tinggi atau peringkat yang teratas dinamakan buah tujuh.

Permainan Gasing

Pengenalan

Gasing popular di Pantai Timur Semenanjung Malaysia terutama di Kelantan. Terdapat pelbagai jenis gasing di Malaysia seperti gasing jantung, gasing piring atau leper, gasing kelamar, gasing telur, gasing berembang, gasing Melayu, gasing Cina, gasing buku benang dan gasing pinang. Kanak-kanak lebih gemar dengan gasing Melayu dan Cina, kerana saiz yang kecil dan mudah dipermainkan.



Cara Bermain Permainan Gasing

Gasing dimainkan dengan dua cara, iaitu sebagai gasing pangkah atau gasing uri. Gasing pangkah, dimainkan dengan melemparkannya supaya mengetuk gasing lawan. Gasing uri dipertandingkan untuk menguji ketahanannya berpusing.

Gasing pinang pula dimainkan oleh kanak-kanak. Buah pinang muda dikupaskan sabut dan kulitnya, dipangkaskan bahagian atas dan bahagian bawahnya, kemudian dicucukkan lidi buluh melalui pulurnya menjadi paksi serta pemegang gasing itu.

Gasing ini boleh dilagakan atau diurikan.Untuk memusingkan gasing, tali setebal 1.75 cm dan sepanjang 3 hingga 5 meter dililitkan pada jambulnya hingga meliputi seluruh permukaan gasing. Kemudian gasing itu dilemparkan ke atas tanah dan serentak dengan itu tali yang melilit jambuhnya direnggut.

Permainan sepak Raga

Pengenalan

Permainan sepak raga telah sejak zaman Kesultanan Melayu Melaka. Pada masa itu permainan ini dimainkan oleh golongan bangsawan.Rakyat Biasa juga menggemari permainan ini. Pada masa sekarang sepak raga lebih dikenali dengan nama sepak takraw. Ia bukan hanya dimainkan oleh orang Melayu sahaja tetapi bangsa-bangsa lain, malah telah dikenali di seluruh.
Bola sepak raga diperbuat daripada bilah-bilah rotan yang dianyam bulat seperti raga sebesar isi buah kelapa dua atau tiga lapis. uh dunia
Cara Bermain
Permainan ini dimulakan dengan salah seorang pemain melambung bola kepada rakannya dengan tangan. Rakannya itu akan menimang bola itu dengan kakinya sekali atau beberapa kali, sebelum menendangnya ke arah pemain lain. Pemain-pemain yang membentuk lingkungan atau bulatan itu mestilah bergilir-giliran menimang bola itu dan mengawalnya supaya tidak jatuh ke bumi. Jika bola itu jatuh, permainan dalam pusingan tersebut ditamatkan.

Permainan Wau

Pengenalan
Permainan wau ini juga dikenali dengan layang-layang.Permainan wau amat digemari oleh penduduk-penduduk kampung. Permainan ini dimainkan sejak kurun ke 15. Wau masih digemari dan dimainkan di kawasan-kawasan seperti Kelantan, Terengganu, Kedah dan Perlis.

Wau dicipta dalam pelbagai bentuk dan mempunyai nama tersendiri seperti wau burung, wau pari, wau katak, wau bayan, wau merak, wau kucing, wau jala budi, wau lenggang kebayan, wau sewah dan wau barat. Begitupun wau bulan sangat digemari oleh orang Melayu. Reka corak biasanya bermotifkan awan larat akan menghiasi kebanyakan wau yang dihasilkan dan diwarnakan dengan pelbagai warna. Selain dijadikan bahan permainan, wau juga menjadi hasil kraftangan dan hiasan dinding

Cara Bermain

Pada kebiasaannya wau akan dimainkan oleh dua orang iaitu seorang akan memegang wau dan seorang lagi yang dipanggil juru anjung akan memegang tali. Apabila angin bertiup maka tali akan ditarik melawan arus angin dengan cara menghulur dan menarik talinya sehinggalah wau tersebut tinggi di udara. Kilauan cahaya matahari akan menambah cantik lagi wau yang berwarna-warni itu.

Congkak

Pengenalan

Permainan congkak ialah sejenis permainan Melayu tradisional yang digemari oleh kaum wanita dan kanak-kanak. Permainan ini memerlukan dua orang pemain.Alatan yang digunakan dalam permainan ini adalah papan congkak dan buah congkak. Kadang-kadang sebagai ganti papan congkak, lubang-lubangnya dibuat di atas tanah. Sementara biji-biji congkak pula ialah guli-guli kaca, buah getah, biji saga, batu-batu kecil dan sebagainya. Setiap papan congkak hanya boleh dimainkan oleh dua orang sahaja.

Papan congkak mengandungi 14 lubang yang dipanggil "kampung". Terdapat dua lubang besar di setiap hujung papan congkak. Lubang ini dipanggil "rumah".


Cara-cara Bermain Congkak


a)Permainan ini dimulakan serentak dengan memasukkan sebiji "buah" ke dalam setiap "kampung" sendiri dan seterusnya masukkan ke dalam "rumah". Seterusnya "buah" hendaklah dimasukkan ke dalam "kampung" lawannya. Jika ia singgah di kampung lawan yang tidak ada buah ia dikira mati.
(b) Jika buah terakhir singgah di kampung lawan yang mempunyai buah, maka ia boleh meneruskan permainan.
(c) Jika ia mati di kampung sendiri, bertentangan dengan kampung lawan yang mempunyai buah, ia berhak mengambil buah lawannya itu.
(d) Sekiranya ia mati di kampung sendiri setelah melalui kampung lawan dan didapati di kampung lawan tidak ada buah, maka ia mati dalam kerugian.
(e) Di akhir permainan buah hanya tinggal beberapa biji sahaja dalam kampung masing-masing. Mereka dikehendaki berjalan tapak secara serentak menuju ke arah rumah masing-masing. Sekiranya salah seorang kehabisan buah dalam kampung ianya dikira kalah

Kaum-kaum di Malaysia

Malaysia merupakan salah satu negara berbilang kaum yang dapat hidup dengan harmoni. Antara tiga kaum utama di Malaysia Cina, Melayu dan India telahpun menetap di tanah ini selama 5 abad. Selain itu, Malaysia juga merupakan tanah air kepada sebanyak kira kira 80 kaum etnik, terutamanya di Malaysia Timur. Antaranya termasuklah Baba dan Nyonya, Kadazandusun dan Iban.

Orang Melayu
Pakaian : baju melayu, kebaya, kurung songkok, kain pelikat..
Makanan : laksa, kuih koci, buah melaka, kuih lapis, nasi lemak..
Permainan : congkak, gasing, wau..
Alat muzik : kompang, gong, rebana, gambus..
Perayaan : Hari Raya Aidrilfitri(Puasa), Hari Raya Haji
Tarian : tarian keris, tarian inai, tarian piring, tarian lilin..
Kepercayaan : Agama Islam
Bahasa : Bahasa Melayu
Orang Cina
Pakaian : Cheongsam, Sam Fu..
Suku kaum : Teochew, Hakka, Hokkien..
Makanan : Kuih bakul, kuih bulan, pulut nasi, dimsum.
Permainan : catur cina
Alat muzik : gitar bulan, dram,
Perayaan : Tahun Baru Cina, Chap Goh Mei, Pesta Kuih Bulan
Tarian : Tarian kipas, tarian singa, tarian payung..
Kepercayaan : Agama Buddha, Taoisme, Kristian
Bahasa : Mandarin, Hokkien, Hakka, Kantonis, Teochew..
Orang India
Pakaian : Sari, serban, kurta, dhoti, sarung..
Makanan : tosai, idli, muruku, apam, kesari, ladu,
Permainan  : kaudi Alat muzik : veena, sitar, ukulele, sapei..
Perayaan : Hari Deepavali, Thaipusam, Ponggal, Vaigunda Ekadashi, Christmas, Onam, Hari Raya
Tarian : tarian serimpi, Shobana Chanarakumar, Bharata Natyam
Kepercayaan : Agama Hindu, Kristian, Islam
Bahasa : Bahasa Telugu, Tamil, Hindi, dan Malayalam
Baba dan Nyonya
Baba dan Nyonya adalah segolongan keturunan kaum Cina yang terdapat di Negeri-negeri Selat, Tanah Melayu (kini sebahagian Malaysia), khususnya di negeri Melaka.
Bagaimanapun, sebahagian mereka enggan mengakui bahawa mereka adalah orang Cina tetapi rakyat British dan berbangga dengan kedudukan ini. Tambahan pula, mereka mengeji pendatang-pendatang Cina yang baru, [1] dan mempunyai kelab tersendiri yang tidak membenarkan pendatang-pendatang Cina masuk. Mereka memanggil diri mereka sebagai "Baba" atau "Peranakan" kerana kebudayaan mereka, yang berasal daripada warisan tradisi Cina, mempunyai unsur-unsur pengaruh kebudayaan Melayu.
Penyesuaian dan resapan budaya mereka terhadap suasana sosio-budaya di persekitaran mereka di zaman silam, iaitu melalui perkahwinan campur yang berlaku di antara kaum-kaum Cina dan Melayu, adalah punca utama mengapa generasi-generasi seterusnya memanggil mereka sebagai "Baba".

Terdapat banyk suku di Malaysia. Antaranya:-

Suku Bajau
Suku kaum Bajau banyak terdapat di negeri Sabah. Suku kaum Bajau adalah antara penduduk asal kepulauan Borneo sejak berabad-abad lamanya, atau sejak kewujudan bangsa Melayu di Nusantara kerana suku kaum Bajau adalah serpihan Melayu gelombang kedua yang datang ke Nusantara. Suku kaum Bajau mendiami kawasan pesisir pantai dari Tawau hingga ke Labuan, dengan kepadatan tertinggi di Semporna, Lahad Datu dan Kudat. Kini masyarakat Bajau telah ramai menetap di Semenanjung Malaysia.
Seratus persen suku kaum Bajau menganut agama Islam. Suku kaum Bajau sangat menekankan hubungan kekeluargaan dan "le'od" iaitu kelompok sedaerah. Sesuai dengan perkembangan masa kini, kini ramai masyarakat Bajau dikahwini dan/atau mengahwini bangsa-bangsa lain termasuk Cina, Arab, India dan suku-suku kaum tempatan di Malaysia.
Bahasa orang Bajau dikenali sebagai sinama. Kata sinama adalah kata terbitan daripada kata akar Sama dengan menerima sisipan -in- sehingga membentuk sinama yang bermaksud bahasa kepunyaan bangsa Sama. Suku kaum Bajau sebenarnya bukanlah merupakan satu suku tetapi ia merupakan satu bangsa yang lebih besar. Berdasarkan kajian awal oleh Badan Galak Pusaka sekurang-kurangnya terdapat 26 subdialek bahasa Bajau atau Sinama. Juga didapati bahawa suku kaum Bajau adalah bangsa Melayu yang sebenar (Melayu Asli). Selain di Malaysia, bangsa Bajau juga turut mewarganegarai negara-negara seperti Indonesia, Filipina dan Brunei Darussalam.

Suku Momogun Rungus
Rungus juga di kenali sebagai Dusun Laut atau Dayak Dusun. Secara tradisi suku Momogun Rungus adalah pengamal sistem pemerintahan kesukuan yang di bentuk oleh Kesatuan Bobolizan Rinovusan pada zaman lampau sebelum zaman penjajahan British di semenanjung Kudat dan Teluk Marudu dan Pitas.
Suku kaum Rungus merupakan penduduk terbesar di kawasan utara Sabah. Suku kaum Rungus adalah penduduk asli kepulauan Borneo sejak berabad-abad lamanya. Suku Rungus juga dikenali sebagai Momogun, Dayak Dusun, Dayak Laut, Momogun Rungus, Melobong Rungus, Momogun Laut atau Dusun Laut. Rungus merupakan nama nenek moyang mereka yang di kenali sebagai Aki Rungsud. Aki Rungsud adalah tokoh bangsa Momogun Rungus yang telah membuka Teluk Bandau sebagai Pusat Perdagangan Sistem Barter pada zaman lampau.
Suku kaum Momogun Rungus mendiami kawasan pesisir pantai barat Kudat, pantai timur Kudat, Teluk Marudu, Pitas hingga ke Beluran dan juga kepulauan sekitar Kudat, dengan kepadatan tertinggi di kawasan Kudat, Kota Marudu, Pitas, Paitan, Telupid, Kinabatangan dan Beluran.
Pada hari ini kira-Kira 79% suku kaum Momogun Rungus adalah menganut agama Kristian, kira 20% adalah penganut Agama Labus (Lzabvus) iaitu agama nenek moyang Momogun Rungus dan kira-kira 1% Momogun Rungus yang beragama Islam hasil perkawinan campur. Suku kaum Momogun Rungus sangat menekankan adat-adat nenek moyang, hukum-hukum agama labus serta hubungan kekeluargaan.
Bahasa Momogun Rungus dikenali sebagai Boros Momogun atau Bahasa Rungus. Kata Momogun adalah kata terbitan daripada kata akar "pogun" dengan menyambungkan sebutan -mom- sehingga membentuk kata "momogun" yang bermaksud "pemilik tanah". Perkataan ini terhasil dari doktrin agama tradisi bangsa Momogun Rungus iaitu Agama Labus. "Agama Labus" adalah terhasil dari 2 perkataan dari bahasa Momogun Rungus iaitu "AGAMA" dan "LABUS".
AGAMA dalam bahasa Momogun Rungus adalah berasal dari kata asas iaitu "A" dan "Gama". "A" merujuk kepada "boleh". Manakala "gama" bermakna "lakukan", "buat" atau "amalkan".
LABUS (bunyi sebutan ialah Lzabvus) dalam bahasa Momogun Rungus adalah dari kata asas "Labus" yang bermakna "keluar".
Jadi Agama Labus bermakna "satu set atau satu himpunan Hukum-Hukum, amalan-amalan dan peraturan-peraturan moral dari bangsa Momogun Rungus yang mampu mengelakkan atau mengeluarkan masyarakat mereka dari hukuman-hukuman Kinoringan iaitu Tuhan bangsa Momogun Rungus".
Suku kaum Momogun Rungus sebenarnya bukanlah merupakan satu suku tetapi ia merupakan satu bangsa yang lebih besar. Ini berikutan berdasarkan kesamaan dari segi bahasa, seni arkitektur, kepercayaan, pandangan alam serta segi etnologinya Momogun Rungus di dapati mempunyai persamaan dengan rumpun Dayak Kalimantan, Dayak Sarawak dan Kadazan Dusun di Sabah. Tidak hairanlah Momogun Rungus ini sering kali juga di kenali sebagai Dayak Laut atau Dayak Dusun.
Selain di Malaysia, bangsa Momogun juga turut di temui di negara-negara jiran seperti Indonesia dari rumpun Dayak Uud Danum dan Brunei iaitu Dusun Brunei di dapati bahawa bahasa mereka juga mempunyai kesamaan dengan bahasa Momogun.
Apa yang jelas bangsa Momogun merupakan penduduk asli kepulauan Borneo iaitu kepulauan ketiga terbesar di dunia.

Suku Brunei
Salah satu bangsa Melayu

Suku Tidong
Suku kaum ini banyak terdapat di sabah, terutamanya di tawau.

Suku Tombonuo
Tombonuo juga di kenali sebagai Dusun Sungai.

Suku Iban
Suku kaum Iban dahulu dikenali sebagai dayak laut dan dengan jumlah sebanyak 576,000 iaitu 30% daripada jumlah penduduk Sarawak, kaum Iban merupakan kumpulan etnik yang terbesar di Sarawak. Orang Iban biasanya menduduki di lembah Sungai Saribas, Sungai Skrang, Sungai Batang Lupar, dan Sungai Rajang.
Tradisi orang Iban adalah menyimpan pasu, gong, dan tempayan yang dipanggil tajau. Ia diwarisi secara turun-temurun, bernilai, dianggap suci, dan dihomati.
Perayaan penting yang disambut oleh suku Iban adalah Hari Gawai Dayak yang dijalankan antara hari pertama dan kedua pada bulan Jun. Biasanya, Tarian Ngajat ditarikan dalam sambutan Hari Gawai sebagai tanda kesyukuran dalam kehasilan menuai padi sepanjang tahun ini.

Wedside for study

http://www.mathsrevision.net/alevel/pure/
http://www.physics4kids.com/files/mod_intro.html
http://www.allaboutcircuits.com/
http://www.eipi.biz/add-maths_formulae.htm
http://www.one-school.net/notes/SPMAddMaths/SPM-Add-Maths-Formula-List-Form4.pdf
http://www.scribd.com/doc/8108792/STPM-Math-Formula

http://www.public.navy.mil/navsafecen/Documents/media/pod/POD_Notes_Electrical.pdf

http://www.scribd.com/doc/62694627/Et-102-Electrical-Wiring1
 http://electrical.about.com/od/electricaltools/tp/top16electricaltools.htm
http://www.gordsrentals.com/rentals/electrical.php
http://gedung1com.com/suhaila/ET101.html
http://www.centecinc.com/download/studypacks/Electrical%20Package.pdf